MAKALAH TAFSIR AL-FURQON AYAT
30-34
Disusun Untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah :
Tafsir Tahlili Juz 16-20
Dosen
Pengampu : Hidayatullah MA.
Disusun
oleh:
Fauzi Firdaus
Ja’far
shodiq
INSTITUT
PERGURUAN TINGGI ILMU AL-QURAN ILMU AL-QURAN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN 2019
BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Surat al-furqon terletak pada urutan ke
25 dalam susunan mushaf al-quran, dan terdiri dari 77 ayat dan surta ini
termasuk kedalam golongam surat makiyah. Yaitu surat yang diturunkan di mekkah
sebelum nabi Muhammad SAW hijrah ke Madinah.
Penamaan suart al-furqon ini di ambil dari ayat pertmana surat ini. Yang
artinya “pembeda”, karena dalam surat ini banyak di jelaskan antara yang benar
dan yang salah, yang halal dan yang haram, yang haq dan yang bathil. Kenikmatan syurga dan siksa api neraka, serta
perbedaan antara allah SWT dan mahkluknya.
Pokok isi surat ini adalah membahas tentang
hukum, kisah, keimanan, dan peringatan. Surat ini menegaskan kembali tentang
kekuasaan allah SWT, fungsi al-quran
sebaagai peringatan bagi umat islam di muka bumi ini, keluasan, selain itu
surat ini juga mengingatkan kita agar tidak mengambaiakan al-quran, tidak
membunuh dan berzinah, kewajiban membasmi kekafiran dan dalam surat ini
menjelaskan kisah nabi musa AS, kaum tsamud, kaum nabi nuh AS, dan kaum nabi
syu’aib AS.
RUMUSAN MASALAH
1. Bunyi surat al-furqon ayat 30-34 bererta terjemahanya
2. Asbabun nuzul al-furqon ayat 30-34
3. Tafsir dan penjelasan dari ayat al-furqon ayat 30-34
4. Ibrah yang dapat kita mabil dari ayat tersebut
TUJUAN
Agar menambah pengetahuan, juga supaya
mahasiswa bisa memahami apa isi kandungan, penafsiran, asbabunuzul, dan juga
pelajaran dari surat al-furqon ayat 30-34 ini. Karena surat ini membahas
tentang orang-oraang yang mengabaikan al-quran. Semoga ini jadi peringatan
serta ancaman bagi kita, khusunya mahasiswa ushuluddin agar selalu peduli
dengan al-quran dengan cara mendalami juga mengamalkan al-Quran.
BAB II PEMBAHASAN
A. AL-QUR’AN SURAT Al-FURQON AYAT 30-34
وَقالَ الرسُولُ يََ ر ِّبِ إنَّ قَ وْمِي اتََّّذُوا هَذَا القُرْآنَ مَهْجُورًا )٣٠( وََكذَلكَ جَعَلْنا لكُ ِّلِ ن يِّب عدُوًّا مِنَ المُجْرمِينَ وكَفَى برَبِّكَ هَادِيًَ وَنصِيرا )٣١( وَقالَ الذِينَ كَفَروا لوْلا نِّزلَ عَليْهِ القُرْآنُ جُُلةً وَاحِدَةً كَذَلكَ لنُ ثبِّتَ بهِ فُ ؤَادَكَ وَرتَّ لْ ناهُ
تَ رْتيلا )٣٢( وَلا يََتونكَ بَِثيل إلا جِئْ ناكَ بِِلْْ ِّقِ وَأحْسَنَ تَ فْسِيرا )٣٣( الذِينَ يُُْشَرونَ عَلى وجُوهِهِمْ إلََ جَهَنمَ أولئكَ شَرٌّ مَكَانًً وَأضَلُّ سَبيلا )٣٤(
Terjemah Surat Al Furqan Ayat
30-34
30.
Dan Rasul (Muhammad) berkata "Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku
telah menjadikan Al Quran ini diabaikan.”
31.
Begitulah, bagi setiap nabi, telah Kami adakan musuh dari orang-orang
yang berdosa. Tetapi cukuplah Tuhanmu menjadi pemberi petunjuk dan penolong.
32.
Dan orang-orang kafir berkata, "Mengapa Al Quran itu tidak
diturunkan kepadanya sekaligus?" Demikianlah agar Kami memperteguh hatimu
(Muhammad) dengannya dan Kami membacakannya secara tartil (berangsur-angsur,
perlahan dan benar)
33.
Dan mereka (orang-orang kafir itu) tidak datang kepadamu (membawa)
sesuatu yang aneh, melainkan Kami datangkan kepadamu yang benar dan penjelasan
yang paling baik
34.
Orang-orang yang dikumpulkan di neraka Jahannam dengan diseret
wajahnya, mereka itulah yang paling buruk tempatnya dan paling sesat
jalannya.
B. ASBABUNUZUL AL-FURQON AYAT 30-34
Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa kaum musyrikin berkata: “Sekiranya
Muhammad itu seorang Nabi, sebagaimana pengakuanya, tentu Allah tidak akan
menyiksanya dengan jalan menurunkan al-Qur’an seayat dua ayat. Mengapa Allah
tidak menurunkan al-Qur’an sekaligus saja?” maka Allah menurunkan ayat ini
(Q.S. 25 alFurqan: 32) sebagai penjelasan hal mengenai hal tersebut.
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim, al-Hakim, dan adl-Dliya’
di dalam kitab al-Mukhtarah, yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas.[1]
34-C. TAFSIR SURAT AL-FURQON AYAT 30 وَقالَ الرسُولُ يََ رَ ِّبِ إنَّ قَ وْمِي اتََّّذُوا هَذَا القُرْآنَ مَهْجُورا )٣٠(
"30. Dan Rasul berkata, "Ya
Tuhanku, sesungguhnya kaumku telah menjadikan Al Quran ini diabaikan.”
Demikian itu karena orang-orang musyrik tidak mau mendengar Al-Qur'an
dengan penuh ketaatan, tidak mau pula mendengarnya. Makna ayat ini sama dengan
apa yang disebutkan oleh Firman-Nya dalam ayat lain: وَقالَ الَّذِينَ كَفَروا لَا تسْمَعُوا لِِذَا القُرْآنِ وَالغوْا فيهِ لعَلكُمْ تَ غلبونَ
Artinya : Dan orang-orang yang kafir berkata,
"Janganlah kamu mendengar dengan sungguh-sungguh akan Al-Qur’an ini dan
buatlah hiruk-pikuk terhadapnya. (Q.S fusilat ; 26)[2]
Allah s.w.t. telah mengutusnya untuk menerangkan petunjuk
dan menyampaikan risalah kepada mereka, tetapi mereka meninggalkan dan
mengabaikannya, padahal yang wajib bagi mereka adalah tunduk kepadanya,
mendatangi hukum-hukumnya, dan berjalan mengikutinya.
Orang-orang musyrik tidak mau taat, tidak mau beriman,
tidak mau mendengar serta tidak membenarkan Al Qur'an. Apabila dibacakan Al
Qur'an kepada mereka, mereka melakukan hiruk-pikuk, bising dan banyak berbicara
tentang hal lainnya hingga orang ramai tidak dapat mendengarnya.
Mengabaikan Al Qur'an juga bermaksud meninggalkan Al
Qur'an, tidak mau merenungkan dan memahami maknanya, tidak mengamalkannya dan
tidak melaksanakan perintahperintahnya, serta tidak meninggalkan
larangan-larangannya, tetapi malah melakukanya, lalu menuju kepada yang lainnya
seperti syair, pendapat, nyanyian, permainan, cerita, kaidah dan undang-undang
yang diambil bukan darinya.3

Orang-orang musyrik selalu menghalang-halangi manusia
dari mengikuti ajaran Al Qur'an supaya tiada seorang pun yang memakai
petunjuknya, dan agar jalan mereka dapat mengalahkan petunjuk Al Qur'an. Allah
s.w.t.
وََكذَلكَ جَعَلْنا لكُ ِّلِ ن يِّب عدُ
وًّا مِنَ المُجْرمِينَ وكَفَى برَبِّكَ هَادِيًَ وَنصِيرا )٣١(
"31. Begitulah, bagi setiap nabi, telah Kami adakan musuh dari
orang-orang yang berdosa."
Setiap nabi diadakan musuh dari
kalangan orang-orang yang berdosa yang menyeru manusia kepada kesesatan dan
kekafiran mereka. Perbuatan mereka sama seperti kaum musyrik Quraisy.
Allah menjadikan demikian agar jelas
kebenaran berada di atas kebatilan, agar jelas keistimewaan yang diberikan
Allah kepada orang-orang yang hak dan hukuman yang diberikanNya kepada
orang-orang yang batil.[3]
Oleh itu, bersabarlah sebagaimana para
nabi bersabar dan janganlah kamu membinasakan dirimu dengan kesedihan terhadap
mereka. "Tetapi cukuplah Tuhanmu menjadi pemberi petunjuk dan
penolong."
Cukuplah Allah yang menunjukimu
sehingga tercapai harapanmu, maslahat agama maupun dunia. Cukuplah Allah yang
menolongmu terhadap musuh-musuhmu. Bagi orang yang mengikuti RasulNya, beriman
kepada KitabNya, membenarkannya dan mengikuti petunjuknya. Sesungguhnya Allah
akan memberinya petunjuk dan menolongnya di dunia dan di akhirat. Oleh itu,
bertawakalah kepadaNya. Orang-orang kafir banyak menentang dan ingkar. Mereka
juga banyak mempertikaikan hal yang bukan urusan mereka5. )٣٢( وَقالَ الذِينَ كَفَروا لوْلا نِّزلَ عَليْهِ الْقُرْآنُ جُُلةً وَاحِدَةً كَذَلكَ لنُ ثبِّتَ بهِ فُ ؤَادَكَ وَرتَّ لْناهُ تَ رْتيلا
32. Dan orang-orang kafir berkata, "Mengapa Al Quran itu tidak
diturunkan kepadanya sekaligus?"
Al Qur'an adalah kitab yang paling
mulia yang diturunkan oleh Allah s.w.t., dan Nabi Muhammad s.a.w. adalah nabi yang
paling besar yang diutus oleh Allah s.w.t. Al Qur’an penuh dengan kebenaran dan
kejelasan, tidak dicampuri kebatilan dan syubhat, sedangkan lafazlafaznya
begitu jelas. Al Quran tidak diturunkan sekaligus seperti kitab Taurat, Injil,
Zabur, dan kitab-kitab samawi lainnya.
Al Qur'an mempunyai dua sifat
kekhususan berbanding kitab-kitab terdahulu. Di alam mala'ul a'la, Al-Qur'an
diturunkan sekaligus dari Lauh Mahfuz ke Baitul izzah di langit yang paling
bawah pada malam Qadar. Sesudah itu Al Qur'an diturunkan ke bumi secara
beransur-

ansur menurut peristiwa, kejadian dan hukum yang
memerlukan penurunannya selama dua puluh tiga tahun.
Hal ini membuktikan perhatian Allah
yang besar dan kemuliaan Rasulullah s.a.w. di sisiNya, sehingga wahyu selalu datang
kepadanya dari Allah s.w.t., baik di pagi hari, maupun di petang hari, di siang
hari maupun di malam hari, sedang dalam perjalanan maupun sedang berada di
tempat.
Setiap kali malaikat turun menemuinya
selalu membawa Al Qur'an, lain halnya dengan cara penurunan kitab-kitab yang
terdahulu yang diturunkan sekaligus. Hal ini merupakan suatu kedudukan yang
lebih tinggi dan lebih besar serta lebih agung berbanding saudara-saudaranya
dari kalangan semua nabi. Demikianlah, agar Kami memperteguh hati nabi Muhammad
SAW
Dengan begitu hati Nabi Muhammad s.a.w.
dan orang-orang mukmin menjadi kuat, tenang dan teguh. Terutamanya ketika ada
sebab-sebab gelisah, maka dengan turunnya Al Qur’an dapat menenteramkannya.[4]
)٣٢( وَرتَّ لْناهُ تَ رْتيلا
"dan Kami membacakannya secara tartil."
Qatadah mengatakan bahwa makna tartil ialah menjelaskan, yakni Kami
menjelaskannya dengan sejelas-jelasnya. Menurut Ibnu Zaid, makna yang dimaksud
ialah kami menafsirkannya dengan jelas.[5]
Allah s.w.t. menjelaskan dan
menafsirkannya sejelas-jelasnya secara beransur-ansur, perlahan dan benar agar
mudah difahami dan dihafal. Hal ini menunjukkan perhatian Allah terhadap
kitabNya dan terhadap RasulNya, di mana Dia menurunkan kitabNya sesuai keadaan
rasul dan maslahat agamanya.[6]
)٣٣( وَلا يََتونكَ بَِثيل إلا جِئْ
ناكَ بِِلْْ ِّقِ وَأحْسَنَ تَ فْسِ يرًا
33. Dan mereka tidak datang kepadamu sesuatu yang aneh, melainkan Kami
datangkan kepadamu yang benar dan penjelasan yang paling baik."
Setiap kali
mereka datang kepada Nabi Muhammad s.a.w. membawa suatu hal yang aneh berupa
usul, kecaman, alasan dan tuduhan yang tidak benar untuk menentang perkara yang
hak, membatalkan, menjatuhkan Al Qur'an dan Rasulullah s.a.w., Allah menolaknya
dengan jawaban yang benar, lebih jelas, lebih terang, dan lebih fasih daripada
ucapan mereka. Malaikat
Jibril pun turun membawa tugas dari Allah untuk menjawab
mereka.[7]

الذِينَ يُُْشَرونَ عَلى
وجُوهِهِمْ إلََ جَهَنمَ أولئكَ شَرٌّ مَكَانًً وَأضَلُّ سَبيلا )٣٤(
"34. Orang-orang yang dikumpulkan di neraka Jahannam dengan
diseret wajahnya,"
Pada hari kiamat, orang-orang kafir
dikembalikan kepada Allah dan diiring oleh para malaikat yang akan mengazab
masuk ke dalam neraka Jahanam yang menghimpun semua azab dan hukuman dalam
keadaan dan rupa yang paling buruk.
Ada seorang lelaki bertanya, "Wahai
Rasulullah, bagaimanakah orang kafir digiring masuk ke neraka Jahanam di atas
mukanya?" Rasulullah s.a.w. menjawab, "Sesungguhnya Tuhan yang
membuatnya berjalan di atas kedua kakinya mampu membuatnya berjalan di atas
mukanya kelak di hari kiamat." Maka mereka itulah yang paling buruk
tempatnya dan paling sesat jalannya.
Pelajaran yang dapat kita ambil dari ayat
ini adalah, kita sebagai umat islam, sebagai umat nabi Muhammad SAW. Dimana
sudah kita ketahui bahwa kitab suci al-quran adalah kitab suci umat islam yang
di turunkan allah SWT kepada rosulallah SAW. Maka sedikitpun tidak ada keraguan
didalamnya. Bahkan diturunkanya al-quran adalah sebagai pedoman kita sebagai
umat islam. Maka turunya ayat ini sebagai pengingat dan ancaman bagi kita,
jangan sampai kita seperti kaum musrik dimasa nabi yang mencela,
menjelek-jelekan, tidak percaya dan tidak mengamalkaan al-quran. Bahkan menuduh
al-quran itu sebagai syair-syair, dan sihir.[8]
Al-quran itu firman-firman allah, jika ada
yang mencela dan menjelek-jelekanya maka allah sendiri yang akan memberi
hukumanya.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Darii semua penjelasan di atas, pemakalah
mengambil kesimpulan bahwa Ayat ini menjelaskan
tentang orang-orang yang mengabaikan al-quran. Seperti yang di jelaskan pada ayat ke 30, dimana rosulallah
SAW mengadu kepada allah SWT terhadap sikap dan perilaku kaumnya terhadap
al-quran. Dan ayat ini juga untuk orang musrik atas ketidak imanan mereka
terhadap mereka, susunan ayat ini juga mengancam bagi mereka yang tidak mau
belajar dan mengamalkan al-quran.
Ucapan rosulallah SAW ini merupakan pengaduan beliau, saat itu banyaak
orang musrik yang mencela al-quran, hal itu membuat dada nabi terasa sesak.
Maka di lanjutkan ke ayat selanjutkan dimana allah menjelaskan bahwa setiap
nabi pasti ada dikalaangan kaumnya bahkan dari orang-orang musryik yang
menentangnya, yang mengajak kekufuran dan kesesatan. bukan hanya kaum nabi
Muhammad saw tapi dari nabi-nabi terdahulu pun merasakan nya. Maka allah SWT
memerintahkan nabi Muhammad SAW untuk tetap sabar dan teguh dalam menjalakan
risalahnya.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Maraghi, Ahmad Musthofa. Tafsir al-maraghi (Mesir: al-Bab al-Halabi, 1394H/1974M)
Al-Zuhayli,
Wahbah. Tafsir al-Munir Fil Akidal Wal
Syariah Wal Manhaj, (Damaskus: Dar al-Fikr ; 2009)
Asya’rawi, Mutawali. tafsir
al-Sya’rawi, jilid IV ( Kairo: Ikhbar al-Yaum, 1991)
Kamil, Ali Musthofa. Tafsir
al-Quran, (Jakarta: Pustaka Mandiri, 2004)
Ibnu Katsir, Tafsir
al-Qur’an al-‘Adzim, (Kairo: Dar al-Hadits, 2005)
Rasyid, Muhammad Makmun. Asbabunuzul,
(Jakarta: Kompas Gramedia, 2014)
Shibah, M. Quraish. Tafsir al-Misbah , ( Tangerang: Lentera
Hati, 2005)
[1] Muhammad Makmun Rasyis, Asbabunuzul
(Jakarta: Kompas Gramedia, 2014), h. 98.
[2] Ali Musthofa Kamil, Tafsir
al-Quran, (Jakarta: Pustaka Mandiri, 2004), h. 209. 3 M. Quraish
Shihab, Tafsir al-Misbah , ( Jakarta:
Lentera Hati ) h. 449.
[3] Ahmad Musthofa al-Maraghi, Tafsir
al-Maraghi, (Mesir: al-Bab al-Halabi, 1394H/1974M), h. 291. 5
Mutawali al-Sya’rawi, Tafsir al-Sya’rawi,
jilid IV, (Kairo: Ikhbar al-Yaum, 1991), h. 320.
[4] Ahmad Musthofa al-Maraghi, Tafsir
al-Maraghi, (Mesir: al-Bab al-Halabi, 1394H/1974M), h. 292.
[5] Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur’an
al-‘Adzim, (Kairo: Dar al-Hadits, 2005), h. 121.
[6] M. Quraish Shihab, Tafsir
al-Misbah , ( Jakarta: Lentera Hati ) h. 450.
[7] Wahbah al-Zuhayli, Tafsir
al-Munir Fil Akidal Wal Syariah Wal Manhaj, (Damaskus: Dar al-Fikr,
2009),
[8] Muhammad Makmun Rasyis, Asbabunuzul,
(Jakarta: Kompas Gramedia, 2014), h. 100.
Komentar
Posting Komentar