MAKALAH
TAFSIR
TAHLILI
SURAT
YUSUF 23-25
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Tafsir Tahlili
Dosen
Pengampu : Dr. Ahmad Husnul Hakim
IMZI, MA
Disusun
oleh :
Krissandi
Yudha
Ja’far Shodiq
PROGRAM
STUDI ILMU AL QUR’AN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN
INSTITUT
PERGURUAN TIGGI ILMU AL-QURAN
JAKARTA
2020
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Alquran
telah mengisahkan kisah kisah yang nyata dari para nabi-nabi dan rosul. Ada
yang secara detail satu surah secara penuh sebagaimana surah yusuf AS dan ada
yang potongan potongan ayat yang terpisah pisah di berbagai surah alquran
sebagaiman kisah nabi Musa, nabi Adam, nabi Nuh dan lain lainnya. Dari semua
itu Ada dimana Allah mengkisahkan kisah asmara antara dua lawan jenis yang mana
kisah mereka di abadikan dalam alquran di surah yusuf yaitu kisah asmara Nabi Yusuf
dan istri aziz (zulaikha).
Dalam
kisah tersebut ada banyak pelajaran untuk di renungkan ditadaburi bahwa
kehidupan kehidupan mereka adalah sebuah contoh sejarah yang mana kisah mereka
akan terulang dalam bentuk ujian bagi kaum mukmin. Apakah akan sejalan dengan
ketakwaan nabi yusuf atau malah sebaliknya bahkan terjerumus kedalam fitnah
terbesar bagi kaum nabi Muhammad? Insya Allah dalam makalah ini akan
menjelaskan beberapa tafsir ayat yang berkenaan. Semoga yang sedikit ini
bermanfaat.
A. Surat Yusuf Ayat 23-25
وَرَٰوَدَتۡهُ
ٱلَّتِي هُوَ فِي بَيۡتِهَا عَن نَّفۡسِهِۦ وَغَلَّقَتِ ٱلۡأَبۡوَٰبَ وَقَالَتۡ
هَيۡتَ لَكَۚ قَالَ مَعَاذَ ٱللَّهِۖ إِنَّهُۥ رَبِّيٓ أَحۡسَنَ مَثۡوَايَۖ
إِنَّهُۥ لَا يُفۡلِحُ ٱلظَّٰلِمُونَ ٢٣
وَلَقَدۡ هَمَّتۡ بِهِۦۖ وَهَمَّ بِهَا لَوۡلَآ أَن رَّءَا بُرۡهَٰنَ رَبِّهِۦۚ
كَذَٰلِكَ لِنَصۡرِفَ عَنۡهُ ٱلسُّوٓءَ وَٱلۡفَحۡشَآءَۚ إِنَّهُۥ مِنۡ عِبَادِنَا
ٱلۡمُخۡلَصِينَ ٢٤ وَٱسۡتَبَقَا ٱلۡبَابَ
وَقَدَّتۡ قَمِيصَهُۥ مِن دُبُرٖ وَأَلۡفَيَا سَيِّدَهَا لَدَا ٱلۡبَابِۚ قَالَتۡ
مَا جَزَآءُ مَنۡ أَرَادَ بِأَهۡلِكَ سُوٓءًا إِلَّآ أَن يُسۡجَنَ أَوۡ عَذَابٌ
أَلِيمٞ ٢٥
Dan perempuan yang dia (Yusuf)
tinggal di rumahnya menggoda dirinya. Dan dia menutup pintu-pintu, lalu
berkata, “Marilah mendekat kepadaku.” Yusuf berkata, “Aku berlindung kepada
Allah, sungguh, tuanku telah memperlakukan aku dengan baik.” Sesungguhnya orang
yang zhalim itu tidak akan beruntung. Dan sungguh, perempuan itu telah berkehendak
kepadanya (Yusuf). Dan Yusuf pun berkehendak kepadanya, sekiranya dia tidak
melihat tanda (dari) Tuhannya. Demikianlah, Kami palingkan darinya keburukan
dan kekejian. Sungguh, dia (Yusuf) termasuk hamba Kami yang terpilih. Dan keduanya berlomba menuju pintu dan perempuan itu
menarik baju gamisnya (Yusuf) dari belakang hingga koyak dan keduanya mendapati
suami perempuan itu di depan pintu. Dia (perempuan itu) berkata, “Apakah
balasan terhadap orang yang bermaksud buruk terhadap istrimu, selain
dipenjarakan atau (dihukum) dengan siksa yang pedih?” (QS. Yusuf Ayat 23-25)
B. Pembahasan
Pada
ayat ke 23 al-Quran menjelaskan
bahwa perempuan yang mengoda Nabi Yusuf
ialah istri
al-Aziz.[1] Dia akan mengajak nabi yusuf melakukan
tindakan yang tidak wajar,
dengan memulainya menutup semua pintu itu atau dikunci semua pintu pintu oleh
istri Aziz dan pada saat itu nabi yusuf ada dirumahnya. dengan lemah lembut
Istri al-Aziz
mecoba menggoda Nabi Yusuf dan menggunakan berbagai cara agar yusuf
mau bersedia menerima ajakannya.
Al-Qurtuby berpendapat bahwa jumlah pintu rumah
itu ada tujuh,[2]
semuanya ditutup kemudian ia mengajak
yusuf untuk melakukan hal itu. Setelah
semua pintu-pintu
itu tertutup ia berkatalah istri Aziz
kepada yusuf, “kemarilah mendekat ke tempat tidur”. Mendengar ajakan itu
nabi yusuf menolak, kata yusuf: “aku
berlindung kepada Allah dari melakukan perbuatan-perbuatan buruk, suamimu
adalah tuanku yang telah memperlakukan aku dengan baik, alangkah sangat tidak
pantasnya jika aku berkhianat melakukan ini dengan menyelingkuhi istrinya”.
Mereka
menyebut kata Rabb untuk tuan dan orang besar di kalangan mereka. Dengan
kata lain, maksudnya adalah ‘sesungguhnya suamimu adalah tuanku, dia telah
memperlakukan diriku dengan perlakuan yang baik dan menempatkan diriku pada
kedudukan yang baik, maka aku tidak akan membalas kebaikan ini dengan melakukan
perbuatan keji (zina) terhadap istrinya’.[3]
Sesungguhnya
orang-orang yang zalim tiada akan beruntung.
Perdana
Menteri Mesir (Al-Aziz) yang membeli Yusuf memerintahkan kepada istrinya agar
dia diberi tempat yang baik di istananya dan diperlakukan sebagai salah seorang
keluarga istana karena dia mempunyai firasat bahwa Yusuf akan menjadi orang
besar nantinya.[4]
Kata dan pada awal ayat diatas berfungsi sebagai perpindahan antara kisah
sebelumnya ke kisah ini.[5]
Sekian
lama sudah Yusuf as. berada di kediaman orang Mesir itu. Dari hari ke hari
semakin jelas kehalusan budinya dan keluhuran akhlaknya. Kegagahan dan
ketampanan wajahnya pun semakin menonjol. Ia ketika itu belum mencapai tiga
puluhan, Ada bebrapa pendapat dari Ibnu Abbas, Qotadah, dan mujahid bahwa
umurnya sekitar 33 tahun. Menurut dari ibnu abbas 30 lebih sedikit, 20 tahun
menurut Ad dhahak, 40 tahun menurut al Hasan dan Ibnu Zubair mengatakan umurnya
18.[6] Apapun yang terjadi, dan berapa pun usianya,
yang jelas istri orang mesir itu (yang konon bernama Zalikha, atau zulaikha,
atau Ra’il) melihat dan memperhatikan dari hari ke hari pertumbuhan jasmani dan
perkembangan jiwa Yusuf. Tidak mustahil dia mengamati keindahan parasnya,
kejernihan matanya, serta kehalusan budinya. Tidak mustahil dia tidak bosan
duduk bersamanya menanyakan ihwal hidupnya.
Dari
hari ke hari perhatian itu semakin bertambah, sejalan dengan pertumbuhan Yusuf
as. dan suatu ketika, entah bagaimana sang istri sadar bahwa dia telah jatuh
cinta kepada Yusuf. Hatinya bergejolak bila memandangnya, dan pikirannya kacau
bila tidak melihatnya. Jika pada mulanya dia masih dapat memendam perasaannya,
tetapi lama kelamaan desakan asmara tidak lagi dapat terbendung. Kalau pada
mulanya, dia memandangnya sebagai seorang remaja kini pandangan itu telah
berubah sehingga ketika dia, misalnya, memintanya membawakan segelas air, dia
akan berkata, “mendekatlah! Mengapa menjauh? Duduklah di samping ku!” demikian
seterusnya. Apalagi kalau benar riwayat Ibn Ishaq yang menyatakan bahwa
suaminya bukanlah lelaki yang sempurna. Dia tidak dapat memberi kepuasan batin
kepada istrinya. Apakah demikian atau tidak, yang pasti bara asmara dari saat
ke saat membakar, dan dorongan nafsu dari waktu ke waktu memuncak. Dari hari ke
hari pula wanita bersuami itu semakin berani. Jika pada mulanya isyarat-isyarat
halus yang dinampakkannya,
kini
gerak dan geriknya semakin jelas dan tegas. Ini semakin menjadi-jadi karena
Yusuf, pemuda tampan itu, berpura-pura tidak mengerti atau mengalihkan
pandangan dan pembicaraan.[7]
Setelah berkali-kali mencari
perhatian dan merayu, wanita yang merupakan istri orang Mesir itu yang dia, yakni
Yusuf tinggal di rumahnya dan yang biasanya harus ditaati, paling tidak karena
jasa suaminya mengizinkan dia tinggal di rumahnya, (wanita itu) menggodanya
berkali-kali dengan menggunakan segala cara untuk menundukkan dirinya, yakni
diri Yusuf kepadanya, sehingga bersedia tidur bersamanya. Bila seorang
perempuan telah merayau, sedang orang lain tidak ada dalam rumah, dapatlah kita
mengerti bagaimana cara rayuan itu.[8]
Dia
mempersiapkan diri dengan dandanan sebaik mungkin, lalu dia menutup rapat
pintu-pintu yang dapat digunakan menuju tempat yang dia rencanakan berduaan
dengan Yusuf. Setelah itu dia menemui Yusuf seraya berkata dengan penuh harap
dan rayu, “Marilah ke sini, laksanakan apa yang kuperintahkan,” atau “Inilah
aku siap untuk memenuhi keinginan-mu.”Sungguh Yusuf tidak menduga situasi akan
menjadi demikian. Kekasihnya (yakni Allah swt.) yang tidak pernah luput dari
ingatannya, kini tampil begitu jelas, anugerah-Nya yang sedemikian banyak pun
muncul seketika di dalam benaknya. Boleh jadi nampak juga di pelupuk matanya
kebaikan dan jasa tuan rumah, suami wanita yang mengajaknya itu. Dan seketika
itu Yusuf berkata singkat, “Aku berlindung kepada Allah”. Aku melindungkan
diriku kepada Allah dari melakukan perbuatan itu.[9]
Kemudian
Allah berfirman dalam ayat selanjutnya bahwa nabi yusuf itu sebenarnya juga
cenderung terhadap istri Aziz karena fitnah wanita yang begitu besar.
وَلَقَدْ هَمَّتْ بِهِ وَهَمَّ بِهَا لَوْلا أَنْ رَأَى بُرْهَانَ
رَبِّهِ كَذَلِكَ لِنَصْرِفَ عَنْهُ السُّوءَ وَالْفَحْشَاءَ إِنَّهُ مِنْ
عِبَادِنَا الْمُخْلَصِينَ
Sesungguhnya
wanita itu telah bermaksud (melakukan perbuatan itu) dengan Yusuf, dan Yusuf
pun bermaksud (melakukan pula) dengan wanita itu andaikata dia tiada melihat
tanda (dari) Tuhannya. Demikianlah, agar Kami memalingkan daripadanya
kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba Kami yang
terpilih.
Sayid
kutub dalam kitabnya fi dzilalil quran menjelaskan bahwa dalam ayat ini
menjelaskan bahwa syahwat wanita itu terhadap nabi yusuf sangat lah menggelora
sehingga ia buta akan pangkat dirinya yaitu sebagai istri Aziz sehingga mau
menggoda nabi yusuf, disamping itu istri Aziz memiliki kecantikan sebagai istri
raja sehingga membuat ia percaya diri menggoda yusuf yang juga tampan.[10]
Allah mengatakan bahwa si istri al-aziz, sangat menginginkan
nabi yusuf, berbagai cara apapun ia akan lakukan agar nabi yusuf mau menerima
ajakannya. Seandainnya Allah nabi yusuf tidak dijaga dari bujuk rayunnya pasti nabi
yusuf telah jatuh dalam godaannya.
Banyak sekali faktor faktor yang seharusnya
mengantar Yusuf as menerima ajakan wanita itu. Dia seorang pemuda yang belum
nikah; yang mengajaknya adalah seorang wanita cantik lagi berkuasa. Kebaikan
wanita itu terhadap Yusuf as. pasti banyak, dan perintahnya sebelum peristiwa
ini dan juga sesudahnya selalu diikuti Yusuf. Wanita itu pasti sudah berhias
dan memakai wewangian, suasana istana pasti nyaman. Pintu-pintu pun telah
ditutup rapat. Gorden dan tabir pun telah ditarik. Rayuan dilakukan berkali-kali
bahkan dengan tipu daya sampai dengan memaksa, yang mengakibatkan bajunya
sobek. Boleh jadi Yusuf AS.
Sebagai seorang yang mengetahui seluk beluk
rumah dan kepribadian wanita itu tahu bahwa kalaupun ternyata ketahuan oleh
suaminya, maka sang istri yang lihai itu akan dapat mengelak. Apalagi suaminya
amat cinta padanya. Namun sekali lagi semua faktor pendukung terjadinya
kedurhakaan tidak mengantar Yusuf tunduk di bawah nafsu dan rayuan setan.[11] Ia tidak berencana
melakukannya. Keinginan yusuf untuk melakukan itu datang secara tiba-tiba.
Ali
As-shabuni mengibaratkan keinginan itu,sebaimana orang sedang
berpuasa merasakan dahaga yang luar biasa melihat air dingin
didepanya, secara tiba-tiba naluri alamiahnnya pasti ingin meminum air itu,
tetapi ia tidak meminumnya karena takut kepada Allah.
وَٱسۡتَبَقَا
ٱلۡبَابَ وَقَدَّتۡ قَمِيصَهُۥ.........
Ayat 24
sebelum ini
telah mengisahkan bahwa hanya karena "melihat" bukti dari Tuhannya Nabi Yusuf as. Tidak berkehendak seperti kehendak wanita pemilik rumah itu atau tidak terjerumus dalam dosa. Saat melihat
itulah Nabi Yusuf berlari meninggalkan tempat di mana wanita bersuami itu merayunya. Wanita yang telah
dikuasai oleh setan dan nafsu berusaha menahan Yusuf agar tetap
di dalam kamar,
sedang Yusuf as. Berupaya keras untuk keluar. Kata
ٱسۡتَبَقَا menunjukkan keduanya
saling berlomba untuk keluar ingin
saling mendahului.[12]
Kata
قَدَّتۡ berarti
memotong secara memanjang. Demikian dalam kamus-kamus bahasa.[13] Walaupun pada mulanya Yusuf as. selalu berada di depan dan satu persatu
pintu berhasil dibukanya, karena membuka pintu-pintu cukup sulit, setelah
sebelumnya ditutup rapat oleh wanita itu-maka akhirnya dan pada pintu terahir,
zulaiha berhasil mengejar Yusuf as. Dan menariknya, tetapi Yusuf tetap berupaya
menghindar sehingga wanita itu merobek bajuya memanjang ke bawah.
وَأَلۡفَيَا
سَيِّدَهَا لَدَا ٱلۡبَابِ
Kata
(أَلۡفَيَا) berarti
Pertemuan dalam keadaan khusus, tanpa di usahakan. pada umumnya digunakan untuk
menggambarkan pertemuan secara tiba-tiba.[14] Thohir Ibn 'Asyur,
memahami lafadz pada ayat ini sebagai satu isyarat yang sangat teliti dari
redaksi al-Qur'an menyangkut sejarah. Kata Sayyid tidak digunakan oleh
orang-orang Arab dalam arti suami. Agaknya, penggunaannya di sini untuk
mengisyaratkan bahwa ketika itu pada umumnya perkawinan di Mesir terlaksana
atas dasar kepemilikan suami terhadap istri.[15] Lantas ketika keduanya
terpergoki oleh suami Zulaikha, Zulaikha pun segera melemparkan tuduhan kepada
Nabi Yunus.
Zulakha
berkata kepada suaminya:
جَزَآءُ
مَنۡ أَرَادَ بِأَهۡلِكَ سُوٓءًا إِلَّآ أَن يُسۡجَنَ أَوۡ عَذَابٌ أَلِيمٞ
Maka apakah pembalasan terbadap orang yang
bermaksud buruk,
yakni melakukan perbuatan yang tidak wajar walaupun tidak sampai berzina terhadap
istrimu selain dipenjara beberpa tahun, sebagai nalasan untuknya, atau
berikan siksa yang pedih. Yakni dipukuli dengan sangat keras dan
menyakitkan.[16]
Pemberian opsi hukuman disini dipahami oleh beberapa ulama sebagai isyarat isi
hati wanita itu. Cintanya kepada Yusuf as. menjadikan dia mengucapkan kalimat
tersebut dengan menekankan dua hal. Pertama, dia mendahulukan kata ditahan/dipenjarakan
baru menyebut siksa karena pencinta tidak berusaha menyakiti kekasihnya.
Yang kedua, dia tidak secara tegas mengatakan bahwa Yusuf as. Harus
menjalani salah satu dari kedua siksa itu, terapi dia berbicara secara umum
agar masih terdapat peluang bagi kekasihnya untuk terhindar dari hukuman.[17]
Daftar
Pustaka
Al-Qurtubi, Tafsir al-Qurtubi, (Beirut: Al-Risalah Publiser, 2006)
Ibn ‘Asyur, Tafsir at-Tahrir Wa at-Tanwir, (Tunisia:
Dar al-Tunisia, 1984)
Ibnu Katsir, Tafsir
al-Qur’an al-Adzim, Vol. 4. (Kairo: Dar al-Hadits, 2005)
M. Quraish, Tafsir
al-Misbah, Vol.
6. (Jakarta: Lentera Hati, 2003)
Sayid
Qutb, Tafsir Fi Zilalil Qur’an,(Jakarta: Gema Insani 2003)
Hamka,
Tafsir Al-Azhar,(Jakarta: Pustaka Panjimas, 1990)
Departemen
Agama RI, Al-Qur’an Dan Tafsirnya (Jakarta: Pelita, 1990)
[1]
Al-Qurtubi, Tafsir al-Qurtubi, Vol.
1. (Beirut:
Al-Risalah Publiser, 2006) h. 2820
[3]
Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur’an
al-Adzim, Vol. 4. (Kairo: Dar al-Hadits, 2005), h.389.
[4]
Departemen Agama
RI, Al-Qur’an Dan Tafsirnya (Jakarta: Pelita, 1990), 636.
[5]
M. Quraish, Tafsir
al-Misbah. Vol. 6. (Jakarta: Lentera Hati, 2003) 6:423.
[6]
Hamka, Tafsir
Al-Azhar,(Jakarta: Pustaka Panjimas, 1990) h. 229.
[7]
M. Quraish, Tafsir
al-Misbah, Vol. 6.
(Jakarta: Lentera Hati, 2003)
h.4
[8]
Hamka, Tafsir
Al-Azhar,(Jakarta: Pustaka Panjimas, 1990) h. 208.
[9]
Sayid Qutb, Tafsir Fi Zilalil Qur’an,(Jakarta: Gema Insani 2003) hlm 340.
[10]
Sayid Qutb, Tafsir Fi Zilalil Qur’an,(Jakarta: Gema Insani 2003) h. 306.
[11]
M. Quraish, Tafsir al-Misbah, Vol. 6. (Jakarta: Lentera Hati, 2003) 6. 429.
[12]
Asy-Syaukani, Fath al-Qodir, Vol. 4. h.
20.
[13] M.
Quraish, Tafsir
al-Misbah, Vol. 6.
(Jakarta: Lentera Hati, 2003), h. 65.
[14] M. Quraish, Tafsir al-Misbah, Vol. 6. (Jakarta: Lentera Hati, 2003) h.42
[15]
Ibn ‘Asyur, Tahrir Wa at-Tanwir, Vol.
7 (Tunisia: Dar al-Tunisia, 1984). h. 259.
Komentar
Posting Komentar